Hukum Melaksanakan Umrah, Wajib atau Sunnah Muakkad.
Hukum Melaksanakan Umrah: Wajib atau Sunnah Muakkad?

- Memahami Umrah: Definisi dan Konteks Spiritual
Sebelum membahas hukum, mari kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan umrah. Ibadah umrah adalah perjalanan ke Masjidil Haram di Makkah dengan niat tertentu, melaksanakan ihram, thawaf mengelilingi Kaʿbah, sa’i antara Shafa dan Marwah, serta tahallul. Ibadah ini dapat dilakukan kapan saja dalam setahun (selain dalam ihram haji untuk orang yang melakukan haji) dan bersifat sunnah bagi banyak kalangan, namun memiliki nuansa kewajiban dalam sebagian pendapat ulama.
Konteks spiritualnya sangat kuat: dalam ayat Qur’an disebutkan:
وَاَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّٰهِ
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah karena Allah…” (QS. QS Al‑Baqarah 196)
Ayat ini memberi sinyal bahwa ibadah umrah memiliki kedudukan penting dalam syariat Islam. Namun, ayat saja bukan tanda pasti bahwa umrah diwajibkan untuk semua umat muslim karena dalam fiqih, syariat dilihat dari kombinasi ayat, hadits, dan metodologi mazhab.
- Dalil-Dalil Utama Mengenai Hukum Umrah
- a) Dalil dari Al-Qur’an
Ayat yang paling sering dikutip dalam diskusi hukum umrah adalah:
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah karena Allah…”
(QS. Al-Baqarah 196)
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah memerintahkan untuk menyempurnakan haji maupun umrah dan bagi sebagian ulama, penggunaan kata “sempurnakan” ini menunjukkan bahwa ibadah tersebut tidak boleh dikerjakan setengah-setengah, melainkan dengan niat yang benar dan syarat yang terpenuhi.
- b) Dalil dari Hadits
Beberapa hadits yang sering dikemukakan:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ:{ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! عَلَى اَلنِّسَاءِ جِهَادٌ ? قَالَ: ” نَعَمْ, عَلَيْهِنَّ جِهَادٌ لَا قِتَالَ فِيهِ: اَلْحَجُّ, وَالْعُمْرَةُ ” } رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَابْنُ مَاجَهْ وَاللَّفْظُ لَهُ, وَإِسْنَادُهُ صَحِيحٌ
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kaum wanita itu diwajibkan jihad?” Beliau menjawab, “Ya, mereka diwajibkan jihad tanpa perang di dalamnya, yaitu haji dan umrah.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah dan lafaz ini menurut riwayat beliau. Sanadnya sahih dan asalnya dari Shahih Al-Bukhari dan Muslim)
وَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: { أَتَى اَلنَّبِيَّ ( أَعْرَابِيٌّ. فَقَالَ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! أَخْبِرْنِي عَنْ اَلْعُمْرَةِ, أَوَاجِبَةٌ هِيَ? فَقَالَ: ” لَا. وَأَنْ تَعْتَمِرَ خَيْرٌ لَكَ ” } رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَاَلتِّرْمِذِيُّ, وَالرَّاجِحُ وَقْفُهُ.وَأَخْرَجَهُ اِبْنُ عَدِيٍّ مِنْ وَجْهٍ آخَرَ ضَعِيفٍ.
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, ia mengatakan bahwa ada seorang Arab Badui datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku tentang umrah, apakah ia wajib?” Beliau bersabda, “Tidak, tetapi jika engkau berumrah, itu lebih baik bagimu.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmidzi. Menurut pendapat yang kuat, hadits ini mawquf. Ibnu ‘Adi mengeluarkan hadits dari jalan lain yang lemah).
- Pendapat Para Ulama dan Mazhab
Dalam tradisi fiqih Islam kita temukan adanya perbedaan pendapat (khilâf) yang cukup jelas terkait hukum umrah. Mari kita uraikan menurut mazhab utama:
- a) Mazhab Syâfi‘i dan Hanbali
Menurut mazhab Syâfi‘i dan Hanbali yang banyak dianut di Indonesia pendapat yang kuat menyatakan bahwa umrah adalah wajib sekali seumur hidup bagi yang mampu. Pendapat ini beralasan dari ayat dan hadits yang menunjukkan perintah serta penggabungan antara haji dan umrah dalam satu perintah sehingga dianggap memiliki kedudukan yang sama dengan haji.
- b) Mazhab Malik dan Hanafi
Sebaliknya, mazhab Malik dan Hanafi berpendapat bahwa umrah adalah sunnah muʿakkad yakni sangat dianjurkan, tapi tidak sampai pada tingkat wajib bagi semua yang mampu.
- c) Ringkasan Khilâf
“Ulama berbeda pendapat dalam wajibnya umrah. Satu pendapat mengatakan wajib, pendapat lain mengatakan sunnah….”
- d) Posisi dalam Pedoman Resmi
Menurut buku Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag) “Tuntunan Manasik Haji dan Umrah” disebutkan:
“Umrah hukumnya sunnah muakkadah. Umrah terbagi menjadi dua: umrah wajib dan umrah sunat.”
Dalam pedoman tersebut, “umrah wajib” di sini bukan berarti wajib secara umum seperti haji, melainkan mencakup skenario-khusus seperti umrah karena nadzar atau sekali seumur hidup bagi yang belum melaksanakannya (menurut sebagian ulama).
- Analisis: Bagaimana Memahami “Wajib” vs “Sunnah Muʿakkad”
kita tidak hanya melihat teks hukumnya, tetapi juga makna yang hendak dicapai serta dampaknya bagi jiwa jamaah.
- a) Bila kita pilih pendapat “wajib”
Jika kita menerima pendapat bahwa umrah adalah wajib sekali seumur hidup bagi yang mampu, maka konsekuensinya:
- Seorang muslim yang secara fisik, finansial, dan waktu mampu namun menunda tanpa alasan syar’i, maka ia perlu menganggapnya sebagai prioritas ibadah.
- Perencanaan menjadi sangat penting: mengumpulkan biaya, menjaga kesehatan, mempersiapkan bekal spiritual.
- Umrah menjadi “target hidup” yang bersifat sunah khas tetapi dengan derajat kewajiban.
Kekuatan argumennya: penggunaan ayat Al-Baqarah 196 dan hadits yang menyebutkan perempuan wajib berjihad lewat haji/umrah.
- b) Bila kita pilih pendapat “sunnah muʿakkad”
Jika kita menerima bahwa umrah adalah sunnah muʿakkad, maka:
- Tidak ada dosa jika seseorang belum melaksanakannya, selama ia tidak mengabaikan kewajiban lainnya dalam Islam.
- Namun, karena sangat dianjurkan, maka tetap menjadi kesempatan besar: pahala besar, penghapus dosa, momentum perubahan diri.
- Menjadi motivasi spiritual bagi yang punya kemampuan: “Jika saya diberi kesempatan, saya ingin melaksanakannya sebagai bentuk syukur.”
Argumentasinya: hadits yang menyebut “tidak wajib, tetapi lebih baik jika engkau berumrah”.
- c) Sikap moderat dalam realitas Indonesia
Bagi calon jamaah yang tinggal di Indonesia dan sedang mengumpulkan dana serta waktu untuk berangkat:
- Pandangan sunnah muʿakkad memberikan ruang bagi persiapan matang: tidak terburu-buru, namun tetap berniat dan berusaha.
- Pandangan wajib bisa menjadi motivasi kuat untuk “jangan lanjut menunda” bila kemampuan telah ada.
- Yang paling penting: memahami bahwa yang utama bukan hanya melangkah ke Tanah Suci, tetapi melangkah dengan niat ikhlas, kesiapan spiritual, dan bekal yang matang.
- Implikasi Praktis untuk Calon Jamaah
Dengan memahami dua kerangka hukum di atas, mari kita lihat bagaimana hal ini mempengaruhi persiapan Anda sebagai jamaah.
- a) Niat dan Keikhlasan
Apapun status hukumnya (wajib atau sunnah muʿakkad), niatlillah adalah kunci. Umrah bukan sekadar perjalanan wisata, tetapi ibadah yang harus dilandasi keikhlasan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
- b) Memastikan Kelayakan: Fisik, Finansial, Keluarga
Salah satu syarat bagi yang mengikuti pendapat bahwa umrah wajib adalah “bagi yang mampu” yaitu kemampuan fisik, biaya secara wajar, dan tidak mengabaikan tanggung jawab keluarga.
- c) Perencanaan dan Menabung
Bagi banyak calon jamaah Indonesia, menabung dan mempersiapkan berangkat ibadah umrah memerlukan perencanaan. Mengingat status hukumnya yang sangat dianjurkan, maka semakin awal mulai semakin baik.
- d) Memilih Biro Perjalanan yang Terpercaya
Dalam persiapan praktis, penting memilih penyelenggara resmi dan berizin. Sebagai bagian dari gaya Armasta Tour, kami menekankan agar Anda memastikan legalitas biro umrah sebelum melangkah.
- e) Baik Untuk Pertama Kali Maupun Pengulangan
Jika Anda belum pernah umrah: ini adalah momen yang sangat tepat untuk merencanakan. Jika Anda sudah pernah, maka pengulangan bisa masuk dalam kategori sunnah penguatan spiritual apapun kerangka hukumnya.
- Kesimpulan: Apa yang Bisa Kita Ambil?
Dengan kerendahan hati, mari kita simpulkan:
- Hukum umrah masih menjadi khilâf ulama: ada yang mengatakan wajib, ada yang mengatakan sunnah muʿakkad.
- Pendapat yang paling kuat dari mazhab Syâfi‘i/Hanbali: “wajib sekali seumur hidup” bagi yang mampu. Sedangkan mazhab Maliki/Hanafi: “sunnah muʿakkad”.
- Pedoman resmi Indonesia (Kemenag) menyebutkan bahwa umrah “sunnah muʿakkad”, dengan catatan ada skenario “umrah wajib” dalam kondisi khusus.
- Dalam kenyataan kehidupan umat Islam di Indonesia: sikap wasathiyyah (moderat) sangat diperlukan yakni menyikapi bahwa umrah adalah kesempatan besar, hendaknya direncanakan dengan matang, dan dilaksanakan dengan niat ikhlas dan kondisi siap.
- Bagi Anda, calon jamaah: apakah Anda melihatnya sebagai kewajiban atau sebagai sunnah yang sangat dianjurkan keduanya mendorong satu hal: persiapkan diri Anda dengan baik secara fisik, finansial, dan spiritual.
- Ajakan Reflektif dari Armasta Tour
Saudaraku, dalam perjalanan ibadah umrah, kita tidak hanya menghitung jarak antara Tanah Air dan Makkah. Kita menghitung jarak antara hati kita dan Allah. Kita menunaikan thawâf, sa’i, dan tahallul, namun juga menunaikan sebuah tekad untuk berubah, untuk menjadi insan yang lebih baik setelah pulang.
Apakah umrah hukumnya wajib atau sunnah muʿakkad? Yang pasti: jika Anda telah diberi kemampuan baik secara fisik, finansial, maupun kesiapan spiritual maka kesempatan itu adalah amanah yang patut Anda jawab dengan baik. Jangan biarkan kesempatan berlalu begitu saja.
Untuk itu, percayakan perjalanan ibadah Anda kepada Armasta Tour. Kami hadir sebagai biro resmi dan terpercaya, yang memahami bahwa ibadah Anda bukan sekadar perjalanan melainkan momen sakral untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dengan pengalaman, izin resmi, dan perhatian matang terhadap persiapan jamaah, kami siap mendampingi Anda menapaki jejak para sahabat di Tanah Suci.
Hubungi kami, persiapkan niat, dan mari bersama melaksanakan umrah dengan hati yang rindu, jiwa yang siap, dan langkah yang istiqamah. Semoga Allah menerima ibadah kita, memberi kemudahan dalam setiap persiapan, dan menjadikannya pengalaman yang tak terlupakan baik di dunia maupun akhirat. Aamiin.
